WAKTU YANG
TEPAT
“Disa, lo
tau nggak? Hari ini kita bakalan punya temen kelas baru!” celoteh Nanda.
“Biarin,
emang apa urusannya sama gue? Gak jelas banget sih lo?” jawab Disa cuek.
“Ih, cuek
amet sih lo? Padahal kan katanya anak – anak, dia cakepnya amazing loh!”
“Emang gue
pikirin? Nggak penting non Nanda.”
“Yelah,
kamunya emang susah buat bicarain soal cowok!”
Disa, ya cewek imut ini emang susah buat
bicarain soal cowok. Padahal dia jadi cewek top ten di SMA Kusuma Bangsa, tapi
peringkatnya yang jadi nomor satu itu malah tambah bikin dia anti banget sama
yang namanya cowok. Hal itu terjadi karena fobianya Disa dengan namanya “CINTA”
di masa lalunya.
Bel masuk sekolah berbunyi nyaring,
pertanda waktunya untuk mengikuti pelajaran sekolah.
“Pagi anak
– anak.” sapa Bu Mirna.
“Pagi
Bu.....” jawab murid – murid serempak.
“Anak –
anak hari ini kalian akan mendapat teman baru namanya Aldi, Aldi ayo
perkenalkan diri!”
“Selamat
pagi, perkenalkan nama aku Dovaldi Anggara. Aku biasa dipanggil Aldi, dan aku
pindahan dari Surabaya. Senang berkenalan dengan kalian.” kata Aldi.
“Baik, nak
Valdi kamu bisa duduk di bangku sebelah Disa.”
“Baik
bu...”
“Hai, gue
Aldi!” katanya pada Disa.
“Lo nggak
mau bales uluran tangan gue?”
“Ehm, sorry
Al namanya Disa. Dia emang gitu kalau sama cowok! Sikapnya itu dingin banget!”
jawab Nanda.
“Oh ya deh,
nggak apa – apa! Nama lo sendiri siapa?”
“Gue
Nanda.”
“Ooh, oke!
Temen lo ini manis juga ya? Hehehe.”
“Aaaawwww...
Disa ngapain lo injek kaki gue?”
“Lo bisa
diem kaga sih? Dari tadi ngoceh mulu sama dia, bising tauk!”
“Kenapa lo?
Cemburu ya? Hahahaha.”
“Idih,
norak deh kalau gue cemburu sama lo! Gue Cuma nggak suka kalau konsentrasi gue
ke pelajaran diganggu orang.”
“Halah,
belagu.”
“Serah lo
dah!”
Beberapa hari ini Disa nggak tenang, kemanapun
dia pergi ( di sekolah ) selalu ada seseorang yang mengikutinya.
“Hai, Dis!”
“Siapa sih
lo? Pengecut banget, nggak mau nunjukin muka lo di depan gue!”
“Sabar Dis,
gue bakalan nunjukin muka gue pada WAKTU yang TEPAT. Gue bakalan selalu ada
buat lo, asal lo nggak pernah nengok ke belakang saat gue bicara!”
Karena
penasarannya, Disa menengok ke belakang. Aah, nggak ada siapa – siapa di
belakangnya. Hanya anak yang lalu lalang kesini kesana. Siapa dia? Batin Disa.
“Dis, lo
tadi dicariin Bu Mirna kata beliau ada hal penting gitu.”
“Beliau
bilang gue harus temui di mana Nan?”
“Yah di
ruang guru lah, mana mungkin di toilet sih non!”
“Iya siapa
tau to?”
Karena
merasa tidak ingin membuat Bu Mirna kecewa, Disa berjalan melangkahkan kakinya
dengan cepat.
“Selamat pagi
bu!”
“Disa,
silakkan duduk.”
“Terima
kasih bu, tadi kata Nanda ibu mencari saya? Ada keperluan apa bu?”
“Oh iya,
jadi gini Dis kurang lebih satu minggu lagi sekolah kita mau ikut olimpiade KIR
se-Indonesia. Karena kamu sudah punya banyak pengalaman tentang KIR, saya harap
kamu bersedia untuk mewakili sekolah kita.”
“Sebisa
mungkin saya akan berusaha bu.”
“Baiklah
terima kasih ya nak Disa. Kamu tenang saja, dari sini tidak hanya kamu saja
yang diambil, ada Aldi yang akan menemani kamu di ajang olimpiade itu nanti.”
“Aldi bu?”
“Iya,
kenapa memang?”
“Kok tuh
cowok tengil sih, gue kan sebel banget sama tuh cowok! PDnya itu loh tingkat
dewa!” gerutunya dalam hati.
“Disa.”
“Oh, iya
bu.”
“Syukurlah,
kamu bisa menerima utusan dari kepala sekolah ini. Saya harap kamu bisa bekerja
sama dengan Aldi. Ya sudah, kamu boleh kembali.”
“Baik bu,
saya permisi.”
“Sial,
kenapa dia yang dijadiin salah satu peserta di lomba itu sih? Ciah, mana harus
bekerja sama lagi.”
“Disa,
gimana tadi? Ada info apa dari Bu Mirna?” tanya Nanda yang tiba – tiba datang.
“Mau ada
olimpiade KIR se-Indonesia.”
“Wah, bagus
dong! Terus kenapa muka lo cemberut kayak ayam tekuk aja! Hehehe.”
“Yah, masa
gue harus lomba KIR sama si tengil itu!”
“Tengil?
Siapa maksut lo?”
“Aldi.”
“Hah? Waw,
kesempatan emas dong Dis lo bisa lomba bareng dia!”
“Lo seneng,
gue senep!”
“Kok bisa?
Kalau andaikan gue jadi lo, gue bakalan jadi orang yang terbahagia sesekolah
hahahaha.”
“Tau lah,”
Lima hari penuh Disa disibukkan dengan
penelitiannya, harus inilah harus itulah. Ini juga harus bikin Disa selalu
stand by di depan laptopnya itu, matanya kini terlihat semakin lelah.
Matahari menyapu lembut kamar Disa, pagi
ini Disa berangkat lebih awal. Gara – gara nggak dibolehin bawa kendaraan
sendiri sama mamanya, terpaksa dia harus nebeng Nanda setiap harinya.
“Huuh,
kalau nggak demi lo! Mana mungkin gue mau berangkat lebih awal satu jam kayak
gini.”
“Hehehehe,
maap yak non! Abis hari ini jam 06.30 ini karya udah harus nyampek di mejanya
Bu Mirna! N, makasih ya non udah mau rela – relain bangun subuh buat gue! Emang
lo tuh sahabat yang paling top deh buat gue!”
“Yah,
ngeles lagi! Hahaha.”
Aduh, saat waktu yang sama Disa dan Aldi
ketemu di meja Bu Mirna. Benar – benar bikin Disa muak, tapi muaknya ini beda dengan
muak – muaknya ke cowok. Ada apa dengannya?
“Disa, kok
kita bareng ya ngumpulinnya?”
“Iya.”
“Cuek plus
datar banget lo jawabnya. Lo nggak suka sama gue?”
“Banget.”
“Kenapa?
Emang apa salah gue ke lo?”
“Tau aja
ndiri!”
“Tapi
Disa...” kata Aldi memegang tangan Disa dengan erat.
“Lepasin
tangan gue!”
“Nggak,
nggak akan!”
“Ih lo
keras kepala banget sih! Lepasin nggak?”
“Gue kan
udah bilang, gue nggak akan lepasin lo!”
“Iiiihhh....!”
Akhirnya
tangan Disa bisa terlepas dari genggaman Aldi. Karena terlalu kuatnya Aldi
menggenggam, tangan Disa yang putih halus itu jadi lecet.
“Disa,
tangan lo kenapa?”
“Nggak apa
– apa, cuma tadi abis jatuh!” jawab Disa, kali ini dia menutupi hal yang sudah
terjadi dan entah apa yang mendorong dia untuk tidak menjelek – jelekkan Aldi
di depan Nanda.
“Benern lo?
Jatuh kok lecetnya gitu sih? Ragu deh gue.”
“Ah
udahlah, nggak perlu dibahas. Ayo kita pergi.”
“Dis,
maafin gue. Bukan maksud gue mau nyakitin lo, gue cuma mau ngomong penting sama
lo. Eh, tapi lo tetep nggak mau. Maafin gue Disa!” batin Aldi dalam hati.
Siang itu, Disa kepengin banget pergi ke
perpustakaan. Lagi – lagi ada suara si cowok misterius di belakangnya.
“Hai Disa,
apa kabar?”
“Buruk
seperi yang lo liat saat ini! Siapa sih lo? Misterius banget, tau nggak sih
cara lo ngomong sama gue itu nggak gentle banget!”
“Gue tau
itu, tapi emang mungkin dengan cara ini akan lebih baik. Lo pengen tau siapa
gue? Ok deh, inisial gue “D”. O ya, semoga KIR lo jadi finalis ya?”
“Loh? Lo
tau darimana tentang lomba KIR gue itu?”
“Lo nggak
perlu tau darimana gue tau. Good luck aja ya!”
“Heh...”
kata Disa saat menoleh.
“Sial,
dianya nggak ada lagi. Siapa sih tuh anak? Bener – bener ganggu hidup gue aja.”
batin Disa.
***
Hari ini Disa tidak mendapati gangguan dari
si cowok misterius berinisial “D” itu. Senang rasanya nggak ada yang ganggu –
ganggu hidupnya lagi, tapi kenapa ia begitu merindukan suara itu? Suara yang
keluar dari bibir “D”.
“Eh, gimana
KIR lo Dis? Bisa lolos kah?”
“He-eh.
Aduh gue seneng banget deh!”
“Terus,
Aldi?”
“Masuk
juga.”
“Hehehe,
mungkin karena gembiranya dia jadi sakit deh.”
“O.”
“Singkat
banget sih, apa segitunya lo benci banget sama si Aldi?”
“Gue kan
udah pernah ngomong sama loe, gue benci sama yang namanya cowok!”
“Iya Dis,
gue tau! Tapi nggak semua cowok kayak Doval temen kecil lo itu kan!”
“Semuanya
sama, nggak ada bedanya! Entah Doval maupun Aldi.”
“Dis, Aldi
itu anaknya baik dan dia lebih baik daripada Doval. Gue nggak mau Dis, ngeliat
lo yang selalu bersikap dingin gitu sama cowok. Sesekali dong Dis lo buka hati
lo lagi!”
“Udah cukup
gue disakiti sama yang namanya cowok. Gue nggak mau lagi seperti 6 tahun yang
lalu, Doval ninggalin gue dan nggak ada kabarnya sama sekali. Gue udah bener –
bener mati rasa Nan! Walaupun dulu waktu itu gue masih SD, tapi gue ngrasa
banget gimana rasanya kehilangan!” tangis Disa.
“Dis, gue
pengen lo bisa bahagia. Kayak gue sama Rio dan kayak temn – temen lainnya. Bisa
kan lo ngerti gue Dis?”
“Akan gue
usahain, tapi jika gue gagal jangan salahin gue!”
“Trim Disa,
ini gue lakuin juga buat kebahagiaan lo.”
***
Hari ini final olimpiade KIR, dan 5 dari
finalis 5 besar diundang untuk menghadiri olimpiade itu. Satu per satu dari
mereka harus mempresentasikan hasil karya dari mereka.
Setelah juri melakukan penilaian, akhirnya
diumumkan siapa yang menjadi juara. Disa dan Aldi yang ditemani Bu Mirna merasa
gugup, karena yang dinanti – nantikan sudah saatnya.
“Ya, para
hadirin inilah hasil dari seluruh dewan juri. Dan kami memutuskan pemenang
juara pertama adalah ................. RADISA NURFA KYLLA dari SMA Kusuma
Bangsa. Dan pemenang yang kedua adalah DOVALDI ANGGARA dari SMA Kusuma Bangsa.
Untuk para pemenang diharap menuju panggung untuk menerima thropy dan lain –
lain.”
“Selamat ya
Disa, Aldi. Kalian menang!”
“Iya bu,
ini semua juga berkat ibu.”
“Ya, para
pemenang akan mendapat hadiah beasiswa dan sejumlah tabungan!” seru MC lagi.
Setelah
menerima hadiah, Aldi berpamitan untuk pulang dulu sedangkan Disa alesan ingin
ke rumah Nanda. Akhirnya Bu Mirna pun pulang sendirian.
“Disa!
Lihat gue, gue kalah sama lo! Padahal dulu gue dulu udah pernah bilang, kalau
gue yang jadi pemenang di setiap saat! Tapi nyatanya gue kalah Dis, emang bener
apa kata lo! Gue pengecut Dis, pengecut!” teriak Aldi di atas gedung itu dan
tidak sengaja Disa juga berada di atas gedung itu buat melampiaskan segala
kekecewaannya pada Doval.
“Aldi?
Ngapain dia di sini? Bukannya dia tadi pamit duluan ya?”
“Disa!!!!
Asal lo tau, sampai saat ini gue masih simpan perasaan gue ke lo. Perasaan
sayang dan cinta yang selalu menjerat fikiran gue! Ah, tapi apa daya gue
sekarang? Sekarang lo udah benci banget sama gue, benci dan benci sama gue!”
teriak Aldi lagi yang tidak sadar bahwa di belakangnya ada Disa.
“Aldi?
Barusan lo ngomong apa?” kata Disa dengan ketus.
“Lo harap
gue bakalan jatuh cinta sama lo, cuma gara – gara kata – kata lo itu? Jangan
mimpi lo!”
“Disa,
dengerin gue!” kata Aldi dengan penuh lembut menyentuh tangan Disa.
“Apa –
apaan sih?” jawab Disa melepaskan genggaman itu.
“Dis, lo
boleh benci banget sama gue! Lo boleh marah sepuasnya ke gue, gue emang salah
dan inilah waktu yang tepat buat gue bilang semuanya. Please Dis lo dengerin
gue, lo inget masa – masa 6 tahun dulu kan?”
“Maksud lo
apa bilang gitu?”
“Gue Doval
Dis... Gue Doval temen kecil lo dulu! Temen yang udah ninggalin lo selama 6 tahun
ini!”
“Emangnya
gue percaya? Heh!”
“Lo boleh
percaya atau nggak, tapi gue masih punya ini Dis. Kalung ini dengan inisial
D&D yang artinya DOVAL&DISA. Lo inget kan Dis kalung ini!”
“Doval!”
kata Disa yang semakin menangis dengan keadaan.
“Iya gue
Doval! Maafin gue Dis, gue emang salah. Gue nyesel dulu harus ninggalin lo!”
“Lo kenapa
kesini lagi? Gue benci sama lo! Kenapa waktu gue butuh kasih sayang dari lo, lo
malah pergi ninggalin gue?”
“Maaf Dis,
waktu itu adik gue sakit parah dia koma dan dia berharap bisa bertemu dengan
gue sebelum dia pergi untuk selamanya. Tapi nyatanya dia bisa sembuh dan selama
6 tahun itulah dia bisa sehat kembali. Maafin gue Dis, ini memang salah gue!
Kenapa juga saat lo kehilangan papa lo, gue nggak ada di samping lo!”
“Gue nggak
masalah lo pergi ke Inggris buat adik lo! Tapi kenapa lo nggak pamitan atau
gimana gitu ke gue? Lo tau kan Val, gimana rasanya kehilangan banget!
Kehilangan papa yang sangat gue cintai dan bahkan gue juga harus kehilangan lo
yang sangat gue sayangi!”
“Gue salah
Dis, lo boleh caci gue dan bahkan lo juga boleh bunuh gue kalau itu emang bisa
buat lo maafin gue!”
“Gue benci
lo Doval!”
Hujan deras sedang mengguyur malam itu,
betapa dinginnya hati Disa. Dia bisa sepuasnya menangis melampiaskan segala
amarah dan rasa rindunya pada Doval, karena akan sulit ditebak air apa yang
jatuh di pipinya saat hujan dan air mata menjadi satu.
“Lo tau
Dis? Gue selalu nungguin lo, gue berharap banget lo mau nerima cinta gue! Tapi,
kalau kenyataannya gini mustahil buat gue bisa dapetin hati Disa yang dulu.”
“Shut, gue
maafin lo!” kata Disa menyentuh bibir Doval dengan salah satu jarinya.
“Beneran lo
maafin gue? Maafin segala kesalahan gue? Yang termasuk meneror lo di sekolah?”
“Iya, jadi
selama ini inisial “D” itu lo?”
“Iya, maaf
udah bikin lo kesal!”
“Terus
kenapa lo juga ngaku Aldi?”
“Emang
panggilan sehari – hari gue itu! Karena gue cuma pengen hanya lo yang manggil
gue “DOVAL”! Dan sudah lama gue nyariin lo Dis, akhirnya gue bisa ketemu sama
lo lagi! Cinta dan sayang gue cuma buat RADISA NURFA KYLLA.”
“Gue, juga
cinta dan sayang sama lo DOVALDI ANGGARA!”
“Gue kan
tetep bersama lo disini! Gue janji Dis!”
---- THE
END ----