Selasa, 27 Maret 2012

Cerpen "Waktu Yang Tepat"


WAKTU YANG TEPAT

“Disa, lo tau nggak? Hari ini kita bakalan punya temen kelas baru!” celoteh Nanda.
“Biarin, emang apa urusannya sama gue? Gak jelas banget sih lo?” jawab Disa cuek.
“Ih, cuek amet sih lo? Padahal kan katanya anak – anak, dia cakepnya amazing loh!”
“Emang gue pikirin? Nggak penting non Nanda.”
“Yelah, kamunya emang susah buat bicarain soal cowok!”
     Disa, ya cewek imut ini emang susah buat bicarain soal cowok. Padahal dia jadi cewek top ten di SMA Kusuma Bangsa, tapi peringkatnya yang jadi nomor satu itu malah tambah bikin dia anti banget sama yang namanya cowok. Hal itu terjadi karena fobianya Disa dengan namanya “CINTA” di masa lalunya.
     Bel masuk sekolah berbunyi nyaring, pertanda waktunya untuk mengikuti pelajaran sekolah.
“Pagi anak – anak.” sapa Bu Mirna.
“Pagi Bu.....” jawab murid – murid serempak.
“Anak – anak hari ini kalian akan mendapat teman baru namanya Aldi, Aldi ayo perkenalkan diri!”
“Selamat pagi, perkenalkan nama aku Dovaldi Anggara. Aku biasa dipanggil Aldi, dan aku pindahan dari Surabaya. Senang berkenalan dengan kalian.” kata Aldi.
“Baik, nak Valdi kamu bisa duduk di bangku sebelah Disa.”
“Baik bu...”
“Hai, gue Aldi!” katanya pada Disa.
“Lo nggak mau bales uluran tangan gue?”
“Ehm, sorry Al namanya Disa. Dia emang gitu kalau sama cowok! Sikapnya itu dingin banget!” jawab Nanda.
“Oh ya deh, nggak apa – apa! Nama lo sendiri siapa?”
“Gue Nanda.”
“Ooh, oke! Temen lo ini manis juga ya? Hehehe.”
“Aaaawwww... Disa ngapain lo injek kaki gue?”
“Lo bisa diem kaga sih? Dari tadi ngoceh mulu sama dia, bising tauk!”
“Kenapa lo? Cemburu ya? Hahahaha.”
“Idih, norak deh kalau gue cemburu sama lo! Gue Cuma nggak suka kalau konsentrasi gue ke pelajaran diganggu orang.”
“Halah, belagu.”
“Serah lo dah!”
     Beberapa hari ini Disa nggak tenang, kemanapun dia pergi ( di sekolah ) selalu ada seseorang yang mengikutinya.
“Hai, Dis!”
“Siapa sih lo? Pengecut banget, nggak mau nunjukin muka lo di depan gue!”
“Sabar Dis, gue bakalan nunjukin muka gue pada WAKTU yang TEPAT. Gue bakalan selalu ada buat lo, asal lo nggak pernah nengok ke belakang saat gue bicara!”
Karena penasarannya, Disa menengok ke belakang. Aah, nggak ada siapa – siapa di belakangnya. Hanya anak yang lalu lalang kesini kesana. Siapa dia? Batin Disa.
“Dis, lo tadi dicariin Bu Mirna kata beliau ada hal penting gitu.”
“Beliau bilang gue harus temui di mana Nan?”
“Yah di ruang guru lah, mana mungkin di toilet sih non!”
“Iya siapa tau to?”
Karena merasa tidak ingin membuat Bu Mirna kecewa, Disa berjalan melangkahkan kakinya dengan cepat.
“Selamat pagi bu!”
“Disa, silakkan duduk.”
“Terima kasih bu, tadi kata Nanda ibu mencari saya? Ada keperluan apa bu?”
“Oh iya, jadi gini Dis kurang lebih satu minggu lagi sekolah kita mau ikut olimpiade KIR se-Indonesia. Karena kamu sudah punya banyak pengalaman tentang KIR, saya harap kamu bersedia untuk mewakili sekolah kita.”
“Sebisa mungkin saya akan berusaha bu.”
“Baiklah terima kasih ya nak Disa. Kamu tenang saja, dari sini tidak hanya kamu saja yang diambil, ada Aldi yang akan menemani kamu di ajang olimpiade itu nanti.”
“Aldi bu?”
“Iya, kenapa memang?”
“Kok tuh cowok tengil sih, gue kan sebel banget sama tuh cowok! PDnya itu loh tingkat dewa!” gerutunya dalam hati.
“Disa.”
“Oh, iya bu.”
“Syukurlah, kamu bisa menerima utusan dari kepala sekolah ini. Saya harap kamu bisa bekerja sama dengan Aldi. Ya sudah, kamu boleh kembali.”
“Baik bu, saya permisi.”
“Sial, kenapa dia yang dijadiin salah satu peserta di lomba itu sih? Ciah, mana harus bekerja sama lagi.”
“Disa, gimana tadi? Ada info apa dari Bu Mirna?” tanya Nanda yang tiba – tiba datang.
“Mau ada olimpiade KIR se-Indonesia.”
“Wah, bagus dong! Terus kenapa muka lo cemberut kayak ayam tekuk aja! Hehehe.”
“Yah, masa gue harus lomba KIR sama si tengil itu!”
“Tengil? Siapa maksut lo?”
“Aldi.”
“Hah? Waw, kesempatan emas dong Dis lo bisa lomba bareng dia!”
“Lo seneng, gue senep!”
“Kok bisa? Kalau andaikan gue jadi lo, gue bakalan jadi orang yang terbahagia sesekolah hahahaha.”
“Tau lah,”
     Lima hari penuh Disa disibukkan dengan penelitiannya, harus inilah harus itulah. Ini juga harus bikin Disa selalu stand by di depan laptopnya itu, matanya kini terlihat semakin lelah.
     Matahari menyapu lembut kamar Disa, pagi ini Disa berangkat lebih awal. Gara – gara nggak dibolehin bawa kendaraan sendiri sama mamanya, terpaksa dia harus nebeng Nanda setiap harinya.
“Huuh, kalau nggak demi lo! Mana mungkin gue mau berangkat lebih awal satu jam kayak gini.”
“Hehehehe, maap yak non! Abis hari ini jam 06.30 ini karya udah harus nyampek di mejanya Bu Mirna! N, makasih ya non udah mau rela – relain bangun subuh buat gue! Emang lo tuh sahabat yang paling top deh buat gue!”
“Yah, ngeles lagi! Hahaha.”
     Aduh, saat waktu yang sama Disa dan Aldi ketemu di meja Bu Mirna. Benar – benar bikin Disa muak, tapi muaknya ini beda dengan muak – muaknya ke cowok. Ada apa dengannya?
“Disa, kok kita bareng ya ngumpulinnya?”
“Iya.”
“Cuek plus datar banget lo jawabnya. Lo nggak suka sama gue?”
“Banget.”
“Kenapa? Emang apa salah gue ke lo?”
“Tau aja ndiri!”
“Tapi Disa...” kata Aldi memegang tangan Disa dengan erat.
“Lepasin tangan gue!”
“Nggak, nggak akan!”
“Ih lo keras kepala banget sih! Lepasin nggak?”
“Gue kan udah bilang, gue nggak akan lepasin lo!”
“Iiiihhh....!”
Akhirnya tangan Disa bisa terlepas dari genggaman Aldi. Karena terlalu kuatnya Aldi menggenggam, tangan Disa yang putih halus itu jadi lecet.
“Disa, tangan lo kenapa?”
“Nggak apa – apa, cuma tadi abis jatuh!” jawab Disa, kali ini dia menutupi hal yang sudah terjadi dan entah apa yang mendorong dia untuk tidak menjelek – jelekkan Aldi di depan Nanda.
“Benern lo? Jatuh kok lecetnya gitu sih? Ragu deh gue.”
“Ah udahlah, nggak perlu dibahas. Ayo kita pergi.”
“Dis, maafin gue. Bukan maksud gue mau nyakitin lo, gue cuma mau ngomong penting sama lo. Eh, tapi lo tetep nggak mau. Maafin gue Disa!” batin Aldi dalam hati.
     Siang itu, Disa kepengin banget pergi ke perpustakaan. Lagi – lagi ada suara si cowok misterius di belakangnya.
“Hai Disa, apa kabar?”
“Buruk seperi yang lo liat saat ini! Siapa sih lo? Misterius banget, tau nggak sih cara lo ngomong sama gue itu nggak gentle banget!”
“Gue tau itu, tapi emang mungkin dengan cara ini akan lebih baik. Lo pengen tau siapa gue? Ok deh, inisial gue “D”. O ya, semoga KIR lo jadi finalis ya?”
“Loh? Lo tau darimana tentang lomba KIR gue itu?”
“Lo nggak perlu tau darimana gue tau. Good luck aja ya!”
“Heh...” kata Disa saat menoleh.
“Sial, dianya nggak ada lagi. Siapa sih tuh anak? Bener – bener ganggu hidup gue aja.” batin Disa.
***
     Hari ini Disa tidak mendapati gangguan dari si cowok misterius berinisial “D” itu. Senang rasanya nggak ada yang ganggu – ganggu hidupnya lagi, tapi kenapa ia begitu merindukan suara itu? Suara yang keluar dari bibir “D”.
“Eh, gimana KIR lo Dis? Bisa lolos kah?”
“He-eh. Aduh gue seneng banget deh!”
“Terus, Aldi?”
“Masuk juga.”
“Hehehe, mungkin karena gembiranya dia jadi sakit deh.”
“O.”
“Singkat banget sih, apa segitunya lo benci banget sama si Aldi?”
“Gue kan udah pernah ngomong sama loe, gue benci sama yang namanya cowok!”
“Iya Dis, gue tau! Tapi nggak semua cowok kayak Doval temen kecil lo itu kan!”
“Semuanya sama, nggak ada bedanya! Entah Doval maupun Aldi.”
“Dis, Aldi itu anaknya baik dan dia lebih baik daripada Doval. Gue nggak mau Dis, ngeliat lo yang selalu bersikap dingin gitu sama cowok. Sesekali dong Dis lo buka hati lo lagi!”
“Udah cukup gue disakiti sama yang namanya cowok. Gue nggak mau lagi seperti 6 tahun yang lalu, Doval ninggalin gue dan nggak ada kabarnya sama sekali. Gue udah bener – bener mati rasa Nan! Walaupun dulu waktu itu gue masih SD, tapi gue ngrasa banget gimana rasanya kehilangan!” tangis Disa.
“Dis, gue pengen lo bisa bahagia. Kayak gue sama Rio dan kayak temn – temen lainnya. Bisa kan lo ngerti gue Dis?”
“Akan gue usahain, tapi jika gue gagal jangan salahin gue!”
“Trim Disa, ini gue lakuin juga buat kebahagiaan lo.”
***
     Hari ini final olimpiade KIR, dan 5 dari finalis 5 besar diundang untuk menghadiri olimpiade itu. Satu per satu dari mereka harus mempresentasikan hasil karya dari mereka.
     Setelah juri melakukan penilaian, akhirnya diumumkan siapa yang menjadi juara. Disa dan Aldi yang ditemani Bu Mirna merasa gugup, karena yang dinanti – nantikan sudah saatnya.
“Ya, para hadirin inilah hasil dari seluruh dewan juri. Dan kami memutuskan pemenang juara pertama adalah ................. RADISA NURFA KYLLA dari SMA Kusuma Bangsa. Dan pemenang yang kedua adalah DOVALDI ANGGARA dari SMA Kusuma Bangsa. Untuk para pemenang diharap menuju panggung untuk menerima thropy dan lain – lain.”
“Selamat ya Disa, Aldi. Kalian menang!”
“Iya bu, ini semua juga berkat ibu.”
“Ya, para pemenang akan mendapat hadiah beasiswa dan sejumlah tabungan!” seru MC lagi.
Setelah menerima hadiah, Aldi berpamitan untuk pulang dulu sedangkan Disa alesan ingin ke rumah Nanda. Akhirnya Bu Mirna pun pulang sendirian.
“Disa! Lihat gue, gue kalah sama lo! Padahal dulu gue dulu udah pernah bilang, kalau gue yang jadi pemenang di setiap saat! Tapi nyatanya gue kalah Dis, emang bener apa kata lo! Gue pengecut Dis, pengecut!” teriak Aldi di atas gedung itu dan tidak sengaja Disa juga berada di atas gedung itu buat melampiaskan segala kekecewaannya pada Doval.
“Aldi? Ngapain dia di sini? Bukannya dia tadi pamit duluan ya?”
“Disa!!!! Asal lo tau, sampai saat ini gue masih simpan perasaan gue ke lo. Perasaan sayang dan cinta yang selalu menjerat fikiran gue! Ah, tapi apa daya gue sekarang? Sekarang lo udah benci banget sama gue, benci dan benci sama gue!” teriak Aldi lagi yang tidak sadar bahwa di belakangnya ada Disa.
“Aldi? Barusan lo ngomong apa?” kata Disa dengan ketus.
“Lo harap gue bakalan jatuh cinta sama lo, cuma gara – gara kata – kata lo itu? Jangan mimpi lo!”
“Disa, dengerin gue!” kata Aldi dengan penuh lembut menyentuh tangan Disa.
“Apa – apaan sih?” jawab Disa melepaskan genggaman itu.
“Dis, lo boleh benci banget sama gue! Lo boleh marah sepuasnya ke gue, gue emang salah dan inilah waktu yang tepat buat gue bilang semuanya. Please Dis lo dengerin gue, lo inget masa – masa 6 tahun dulu kan?”
“Maksud lo apa bilang gitu?”
“Gue Doval Dis... Gue Doval temen kecil lo dulu! Temen yang udah ninggalin lo selama 6 tahun ini!”
“Emangnya gue percaya? Heh!”
“Lo boleh percaya atau nggak, tapi gue masih punya ini Dis. Kalung ini dengan inisial D&D yang artinya DOVAL&DISA. Lo inget kan Dis kalung ini!”
“Doval!” kata Disa yang semakin menangis dengan keadaan.
“Iya gue Doval! Maafin gue Dis, gue emang salah. Gue nyesel dulu harus ninggalin lo!”
“Lo kenapa kesini lagi? Gue benci sama lo! Kenapa waktu gue butuh kasih sayang dari lo, lo malah pergi ninggalin gue?”
“Maaf Dis, waktu itu adik gue sakit parah dia koma dan dia berharap bisa bertemu dengan gue sebelum dia pergi untuk selamanya. Tapi nyatanya dia bisa sembuh dan selama 6 tahun itulah dia bisa sehat kembali. Maafin gue Dis, ini memang salah gue! Kenapa juga saat lo kehilangan papa lo, gue nggak ada di samping lo!”
“Gue nggak masalah lo pergi ke Inggris buat adik lo! Tapi kenapa lo nggak pamitan atau gimana gitu ke gue? Lo tau kan Val, gimana rasanya kehilangan banget! Kehilangan papa yang sangat gue cintai dan bahkan gue juga harus kehilangan lo yang sangat gue sayangi!”
“Gue salah Dis, lo boleh caci gue dan bahkan lo juga boleh bunuh gue kalau itu emang bisa buat lo maafin gue!”
“Gue benci lo Doval!”
     Hujan deras sedang mengguyur malam itu, betapa dinginnya hati Disa. Dia bisa sepuasnya menangis melampiaskan segala amarah dan rasa rindunya pada Doval, karena akan sulit ditebak air apa yang jatuh di pipinya saat hujan dan air mata menjadi satu.
“Lo tau Dis? Gue selalu nungguin lo, gue berharap banget lo mau nerima cinta gue! Tapi, kalau kenyataannya gini mustahil buat gue bisa dapetin hati Disa yang dulu.”
“Shut, gue maafin lo!” kata Disa menyentuh bibir Doval dengan salah satu jarinya.
“Beneran lo maafin gue? Maafin segala kesalahan gue? Yang termasuk meneror lo di sekolah?”
“Iya, jadi selama ini inisial “D” itu lo?”
“Iya, maaf udah bikin lo kesal!”
“Terus kenapa lo juga ngaku Aldi?”
“Emang panggilan sehari – hari gue itu! Karena gue cuma pengen hanya lo yang manggil gue “DOVAL”! Dan sudah lama gue nyariin lo Dis, akhirnya gue bisa ketemu sama lo lagi! Cinta dan sayang gue cuma buat RADISA NURFA KYLLA.”
“Gue, juga cinta dan sayang sama lo DOVALDI ANGGARA!”
“Gue kan tetep bersama lo disini! Gue janji Dis!”



---- THE END ----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar